Ambisi.

Dia terbangun dan pendengarannya menangkap suara-suara harpa yang mengalunkan nada pilu. Matanya mengerjap beberapa kali dan memilih kembali terpejam setelah hanya hitam yang berhasil dilihatnya. Kali ini ia membiarkan hidungnya bekerja. Bau lumut. Bau darah. Dia bahkan mencium bau kematiannya sendiri. Ada nyeri di selangkangannya. Di sekujur tubuhnya. Juga, di hatinya.

Hal berikutnya yang dia ingat setelah mendengar suara harpa adalah hantaman hebat dari orang asing. Lelaki itu memukulnya dengan perkakas. Kepalanya. Dadanya. Punggung. Lagi, dan lagi. Seorang lagi menyetir mobil menuju entah. Dia tahu ini mobil sahabatnya. Dilihatnya pula foto sahabatnya bermesraan dengan Aldi –kekasihnya, yang tergantung di kaca spion. Ingatannya merespon foto tersebut. Kaus hitam Aldi yang dipakai dalam foto itu, dan tank top merah sahabatnya… Pakaian itu dikenakan saat mereka bertiga pergi ke kota wisata. Romantisme dalam foto tersebut terasa asing. Sama asingnya dengan dua orang yang sedang bersamanya.

Dia ingat mereka pergi jauh. Sudah pula ia tinggalkan di dalam mobil ; Hartanya. Pakaiannya. Harga dirinya. Ia sempat berpikir nyawanya juga tertinggal di sana. Tetapi mereka menyeretnya ke tengah hutan. Membuang tubuhnya ke dalam sumur tua yang telah mengering. Samar-samar terdengar ponselnya berdering dengan alunan harpa yang melengking di tengah hutan sunyi. Suara harpa itu dulunya terdengar menyenangkan. Kali ini begitu memilukan. Yang memukulnya tadi mengambil ponselnya, dan ia hanya mendengar satu kalimat saja.

“Sudah dibereskan.”

Dia ingat. Alunan harpa itu tanda khusus jika sahabatnya menelepon. Ia ingat betul. Ia hanya tidak ingat, ada masalah apa di antara mereka. Aldi. Dia butuh kekasihnya sekarang. Dia perlu tahu maksud semua ini.

Dia mulai merangkak naik sumur. Napasnya patah-patah. Tapi ia tidak akan mati sebelum mendapat penjelasan.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Prompt 117

 

2 thoughts on “Ambisi.”

Leave a comment