Hari Anak Sedunia dan Cerita Lama yang Terkait

Kakak saya adalah sebaik-baiknya seorang pengajar.

 

Dulu, pernah ada seorang murid yang mendapat nilai rendah di semua pelajaran. Seorang guru di satu mata pelajaran melaporkan ke orang tua murid ini. Disampaikanlah bahwa anak ini pemalas, tidak memerhatikan saat kelas berlangsung, dan murid itu mendengarnya di luar kelas tanpa pernah bisa menjelaskan keadaan sesungguhnya pada orangtuanya.

 

Suatu kali, guru pelapor tersebut sedang mengajar di kelas murid ini. Disuruhnya maju ke depan untuk mengerjakan dan jangankan mengetahui jawabannya, anak ini bahkan baru bisa melihat apa yang tertulis saat maju ke depan, saat tubuhnya tidak lebih dari dua jengkal di depan papan tulis. Dia tidak bisa menjawab. Gurunya membentak. Dia menangis. Gurunya menasihati. Dia tambah menangis dan terus menangis. Terus –sampai detik ini jika ia mengingat kembali momen tersebut. Dia ingat, kalimat terakhir setelahnya sang guru mengatakan, “Kalau tidak bisa kenapa bukan tanya teman di sebelahmu?!”

 

Dia semakin menangis. Mengingat teman di sebelahnya ada orang yang sangat pintar; pernah mewakili sekolah untuk berangkat ke Jepang. Bahkan, di masa ini, orang tersebut tinggal di UK bersama suami dan anaknya sambil melanjutkan sekolah lagi. Orang ini merupakan teman yang baik. Walaupun sangat pintar dan kaya raya, dia tetap rendah hati, dan orang pertama yang menepuk pundak murid ini ketika tangisannya belum juga reda.

 

Bagian yang membuatnya merasa terintimidasi bukan karena memiliki teman sebelah yang pintar. Tapi mengenai sekolahnya.

 

Sekolah itu cukup ketat untuk urusan pengawasan. Di sudut kelas terpasang kamera CCTV, tiap anak duduk terpisah (sendiri, tidak semeja berdua), dan itu menyulitkan antar murid untuk menyontek catatan atau sekadar memberi candaan. Mereka sungguh serius dalam belajar.

 

 

Lalu, apa hubungannya dengan Kakak saya?

 

Suatu waktu, akhirnya banyak guru yang melaporkan keresahannya mengenai murid ini. Kakak saya adalah wali kelas di mana murid tersebut berada dan ketika dipanggil, murid ini bukan diomel atau diberi wejangan, tapi kakak saya bertanya.

 

Kamu tidak suka pelajarannya?

Murid itu menggeleng. Tidak, ia cukup menyukai semua pelajaran, pikirnya.

Apakah gurunya terlalu galak sehingga kamu malas belajar?

Dia diam sebentar, kemudian menggeleng kembali. Ia memikirkan beberapa guru memang sedikit berlebihan padanya, tapi ia tahu mereka bukan galak.

Kamu tidak bisa melihat tulisan di papan tulis, ya? Tanya kakak saya, menebak.

Murid itu terpana, kaget mengapa setelah sekian lama ada juga guru yang mengetahui alasannya. Ia mengangguk.

 

Dibawalah ia ke rumah sakit, diperiksa matanya, dan ternyata memiliki minus di kedua matanya. Sebelum itu, dia tidak pernah tahu. Dia paham soal lensa optik, dia paham bagaimana sebuah mata bisa tidak jelas melihat, dia memelajari itu semua di sekolahnya. Yang ia tidak tahu, kondisi matanya ternyata tidak cukup baik untuk melihat.

 

Kejadiannya terlihat sepele tapi perlakuan wali kelasnya membuat murid ini membuat kejadian tersebut sebagai sebuah prinsip dalam hidupnya, bahwa sebaik-baiknya pengajar bukanlah orang yang memaksakan agar muridnya mengerti apa yang diajarkan. Tapi juga harus memahami bagaimana murid yang ia temui: sikapnya, tentang fisiknya, mentalnya, latar belakangnya, dan hal lain yang berkaitan.

 

Bagi murid tersebut, tindakan Kakak saya -wali kelasnya- yang tidak menasihati tapi bertanya atau “peka” terhadap kondisi murid, itu sangat mengagumkan.

 

____________________________

 

 

Murid itu adalah saya. Ia memerlakukan saya sebagai muridnya, sebagai murid yang dilaporkan bermasalah, dan itu kali pertama saya menghargai dia sebagai seorang guru. Sikapnya sungguh berbeda saat di rumah ketika menjadi “kakak” dan di sekolah saat berprofesi sebagai pengajar, tetapi sama-sama memberikan banyak cinta untuk semua orang. Saat itu saya berpikir, kelak jika Kakak saya menikah nanti, ia pasti akan menjadi seorang ibu yang hebat.

 

 

Dan ya, terbukti. Belasan tahun setelah insiden tersebut, saya melihat anak-anaknya Kakak saya tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, saleh, dan santun pada semua orang.

 

Kakak saya pengajar yang baik bagi murid-murdinya; orang tua yang baik untuk anak-anaknya; bibi yang penyanyang bagi keponakannya; Istri salehah di mata suaminya.

 

 

Untuk Kakak saya, Dwi Andini, yang merupakan seorang anak baik juga berbakti pada orang tua dan mertua, Selamat Hari Anak Sedunia!

 

 

Semoga selalu membimbing dan mendidik setiap anak dengan cara yang yang dirahmati Allah.

 

 

 

 

20 November 2017,

Stasiun Duri.

Published by: unidzalika

saya menulis karena saya merasa bahwa ada banyak hal yang tidak dapat di ungkapkan melaui kata-kata, tapi sebuah tulian mampu menjabarkannya. Maka, saya menuliskannya di sini.

1 Comment

One thought on “Hari Anak Sedunia dan Cerita Lama yang Terkait”

Leave a comment